Upacara Petirtaan Mesucian
Dua hari sebelum dilaksanakannya piodalan, Buda Kliwon Wuku Dungulan, 18 Maret 2009, diadakan Upacara Petirtaan Mesucian Ida Batara Ratu Bagus Pande di Pasiraman Gede Pura Siganing. Acara diawali dengan disuarakannya gedongan (kul-kul) di Jaba Nistaning Mandala Pura. Pukul 15:45 tepatnya umat (pemedek) sudah memadati areal Pura Penataran Pande. Gamelan pun mulai ditabuh, para wadon (perempuan) menyiapkan upakara, para lanang (laki-laki) menyiapkan Jempana (wadah tempat mengusung simbol Tuhan berupa Pretima).
Setelah semuanya siap, Ida Batara kepundut (dijunjung) dengan Jempana yang sudah dihias dan diupacarai. Selanjutnya mulailah perjalanan Melasti menuju Pesiraman Agung Pura Bukit Siganing yang berjarak dua setengah kilo dari Pura Penataran Pande. Iring-iringan Ida Batara diawali dengan Gong Gede Pura Penataran Pande, kemudian diikuti oleh pengiring pemundut upakara yang panjang 100 meter, lalu para pemundut Jempana, setelah itu baru diikuti gong yang selalu ngayah setiap Ida Batara mesucian, yaitu (due) milik Sri Mpu Aji Darma Dasi Tamanbali.
Sekitar setengah jam para pengiring memargi (berjalan) dihadapan para penonton yang menyaksikan perjalanan Ida Batara Turun Kabeh. Setelah sampai pada pinggiran Sungai Sangsang para pengiring harus melintasi jalan berundag naik turun jurang. Akhirnya Ida Batara Ratu Bagus Pande sampai di Pesiraman Agung Pura Puncak Siganing.
Seiring waktu berjalan satu persatu Arca/Pretima Ida Batara mulai disucikan dan yang terakhir adalah Pretima Ida Batara yang berstana di Pura Bukit Siganing yang juga ikut diupacarai pada Karya Nyatur tersebut. Setelah 2 jam berlangsung upacara penyucian, terakhir ditutup dengan persembahyangan bersama yang dipinpin oleh Jero Mangku Pemong-Mong. Setelah upacara penyucian berakhir, hari pun semakin gelap, para panitia menyiapkan penerangan berupa senter dan strongking, agar perjalanan pengiring yang memundut upacara dan jempana tidak terhambat.
Di Jaba Pura Penataran Pande sudah tampak para Kasinoman (orang-orangyang mengemban tugas khusus selama upacara berlangsung) yang sudah menyiapkan banten pemendak. Setelah sampai Jempana Ida Batara berjejer horisontal memanjang yang diapit oleh dua gamelan. Upacara pemendak dipimpin oleh pemangku pengiring, dalam hal ini tidak harus Mangku Pemong-Mong. Setelah dihaturkan banten pemendak, satu persatu pengiring yang memundut upacara melintasi banten yang sudah dihaturkan tadi, dikuti dengan Jempana Ida Batara melintasi Gelung Agung Candi Pura Penataran Pande yang dialasi kain putih yang membentang hingga Ida Betara sampai pada Pengaruman, dimana merupakan tempat Ida Batara Turun Kabeh dan berkumpulnya dengan pengiring-pegiring Ida Batara Ratu Bagus Pande.
Prosesi upacara penyucian pun dinyatakan selesai setelah umat/pengiring diberi pice, yaitu berkah makanan yang disediakan khusus dari panitia karya. Kemudian dilakukan persembahyangan bersama yang dipinpin oleh Jero Mangku Pemong-Mong Pura Penataran Pande Tamanbali.
Upacara Mapada
Wrespati Umanis Uku Dungulan, 19 Maret 2009 diadakan upacara Mapada, yaitu menyucikan hewan-hewan korban yang akan dipersembahkan untuk Karya Nyatur. Matahari belumlah sepenuhnya menampakkan sinarnya dan tidak pula seperti hari-hari biasanya dimana gendongan (kul-kul) yang berukuran lebih besar berumur 60 tahunanan dan yang kecilan sudah berumur 20 tahunan, sudah dibunyikan pagi-pagi sekali. Dibunyikannya gendongan merupakan tetenger (tanda) dimulainya suatu kegiatan yang berkaitan dengan upacara besar yaitu Karya Nyatur.
Pada hari inilah para krama dari berbagai tempat yang masih merupakan satu soroh bersatu menghaturkan ayah (bekerja dengan ikhlas). Kegiatan pertama diawali dengan pemotongan babi besar (celeng) dengan berat 125 kg sebanyak 2 ekor, dimana daging-daging babi ini nantinya akan diolah sedemikian rupa dan segala keperluan yadnya yang menggunakan daging babi. Selain babi binatang yang dipotong juga ada ayam dan bebek. Ngayah para krama juga diwarnai dengan berbagai macam pembagian tugas. Ada yang mendapat tugas menggoreng, nguletang (membuat adonan) sate, nempa (melilit) sate, ngebek (manggang) sate.
Waktu pun sudah menunjukan pukul 13:00 dan berbagai olahan makanan untuk upacara sudah selesai. Para pengayah juga mendapatkan pice berupa nasi lawar dan sate yang bisa diambil setelah Jero Mangku Penataran selesai ngaturang conto. Istilah conto disini diartikan sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur atas apa yang dilimpahkan Hyang Widhi/Tuhan kepada umatNya. Setelah menikmati pice secara bersama-sama, krama yang memang bukan pengayah tetap bisa mepamit (pulang). Sedangkan bagi krama pengarep (kasinoman) masih tetap ngaturang ayah sampai jero panitia karya mamitang (memulangkan). Setelah semua ayah hari ini dinyatakan selesai barulah para krama ayah pengarep dipulangkan.
Jam dinding menunjukan pukul 17:30 dan gedongan pun kembali berbunyi. Krama diingatkan untuk berkumpul kembali mengingat tugas masing-masing para sekaa gamelan yang menyatukan diri mereka dengan nama Sekaa Roban yang bertugas menabuh gamelan, Ada krama yang bertugas mekekawin (melagukan kidung) dan menyatukan diri dengan nama Sekaa Santhi. Prosesi Mapada seluruh hewan Karya Nyatur Pura Penataran Pande Taman Bali ini bermakna menyucikan hewan yang akan dipakai sarana upacara. Mapada juga berarti upacara permakluman kehadapan Ida Betara bahwa hewan itulah yang bakal dipakai sarana karya. Juga dalam rangka nyomya (mengharmoniskan) bumi agar menjadi subur dan dijauhkan dari bencana alam. Upacara ini juga bertujuan meningkatkan derajat hewan-hewan tersebut, hingga nantinya hukuman yang dibebankan kepada hewan tersebut bisa berkurang. Setelah semua rentetan upacara mepada dinyatakan selesai, maka acara selanjutnya adalah persembahyangan bersama.
Puncak Karya
Sukra Paing Wuku Dungulan, 20 Maret 2009 adalah Puncak Karya. Pada pagi harinya, seperti biasa dilaksanakan acara maebatan (membuat ragam makanan khas Bali) diselingi canda tawa ditengah-tengah sibuknya mereka membagi-bagikan tugas untuk membuat makanan dan berbagai perlengkapan upacara lainnya yang belum terselesaikan kemarin. Dibalik kesibukan mereka, di natar pura sudah terlihat para pemedek yang memadati areal pura. Mereka menunggu giliran agar banten (aturan/persembahan) yang dijunjung untuk segera dipersembahkan. Para Jero Mangku pun kelimpungan bukan main dibuat oleh pemedek, namun tak menyurutkan rasa untuk melayani.
Di tengah riuhnya suara talenan diperantenan (dapur pura), alunan genta yang diiringi mantra dialunkan lembut oleh Jero Mangku di ajeng (di depan) Ida Betara Ratu Bagus Pande. Khusyuknya umat bersembahyang seolah menyiratkan bahwa Tuhan itu sangatlah cantik, tampan, begitu menenangkan, jiwa terasa harmoni dengan alam. Begitulah sebuah kata yang terlontar dari seorang pemedek yang seusai sembahyang juga menyempatkan diri menghaturkan dana punia. Di Jaba pura para pemuda yang mengemban tugas sebagai pengatur parkir juga tak kalah sibuk. Mungkin kesibukan mengatur parkir ini bukanlah masalah besar, tapi kegiatan ini sudah menjadi kewajiban setiap upacara berlangsung. Kegiatan pengamanan ini juga dibantu oleh para pecalang Pura Penataran Pande.
Waktu menunjukan pukul 17:00, satu jam sebelum piodalan dimulai, di wantilan jaba Pura Penataran Pande Taman Bali, lebih dari 20 orang anak-anak terlihat sangatlah jegeg (cantik) dan bagus (tampan) dengan berdandan sebagai penari Rejang dan Pendet. Mereka akan ngaturang ayah ketika odalan dimulai. Gendongan sudah berbunyi pertanda piodalan sudah dimulai, suara tetabuhan meramaikan suasana mengiringi alunan mantra Sri Mpu Aji Darma Dasi Tamanbali selaku pemuput yadnya.
Selesai dilakukan Upacara Maduur Mengala, mulailah disolahkan (dipentaskan) tarian sakral Rejang dan Pendet, dimana tarian ini terdiri dari 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. Tarian ini mengandung nuansa religius yang sangat tinggi. Setelah itu upacara piodalan dinyatakan selesai, yang diakhiri dengan persembahyangan bersama.
Saniscara Pon Wuku Dungulan, 21 Maret 2009, suasana upacara masih sama seperti hari pertama. Pemedek yang tangkil jumlahnya sampai ratusan, hanya rentetan yadnya yang berbeda dari hari piodalan kemarin. Aturan yang dihaturkan yaitu berupa banten tebasan yang dijunjung keliling pura yang diiringi dengan suara tetabuhan, yang diistilahkan dengan nama mapeed. Prosesi ini berlangsung cukup unik karena mengikuti tradisi lokal yang memang diwariskan dari dulu dan turun temurun. Seperti halnya upacara yang sudah-sudah, acara mapeed pun diakhiri dengan persembahyangan bersama setelah dihaturkan banten penganyar.
Redite Wage Wuku Dungulan, 22 Maret 2009, masih sama dengan hari sebelumnya dimana acara ini diawali dengan pemendakan banten rayunan dengan gong baleganjur. Upacara kemudian dilanjutkan dengan Rejang Pendet yang berjalan beriringan. Acara pemendakan ini berjalan lebih alot karena pemendakan banten ini tempatnya lebih jauh. Dengan tidak mengurangi rasa bakti lelah tak terasa kami pun menunaikan tugas dengan baik. Bakti pun dihaturkan, diiringi pula persembahan tari Rejang dan Pendet. Acara pun ditutup dengan persembahyangan bersama.
Calon Wakil Rakyat Ikut Nangkil
Some Kliwon Wuku Dungulan, 23 Maret 2009, beberapa aktivitas penting yang dapat dicatat pada hari terakhir ini adalah Pura Penataran Pande Tamanbali dijadikan momen yang sangatlah baik bagi para calon DPR dan anggota Legislatif untuk mencari dukungan atau memang secara tulus ingin tangkil dan medana punia.
Semoga saja para krama bisa berpikir dan bisa memilih mana yang baik, tidak ketinggalan pula yang tangkil pada hari terakhir yaitu orang nomor 1 di Kabupaten Bangli, yaitu Bapak Bupati I Nengah Arnawa, S.Sos., MM., bersama ajudan. Sungguh merupakan kehormatan yang sangatlah luar biasa. Mungkin merupakan sima krama, yang pasti kami memperlakukan pemimpin kami, bapak kami dengan sangat baik. Bapak tampil dengan senyumannya yang khas, sangat sederhana itu yang menginginkan kami kalau bisa, bapak menjabat lagi. Ini bukan kampanye pemilu ini hanyalah bagian yang nantinya akan menjadi sebuah buah bibir selama 1 bulan 7 hari.
Waktu menunjukan 18:00 acara Pengeedan sudah dimulai, banten rarapan pun sudah berjejer, pemendak gong diringi upacara dan Rejang Pendet sudah siaga, iring iringan pun sampai di pura. Pemedek menaruh aturan berjejer di depan Pengaruman. Berselang beberapa menit Ida Hyang Sri Mpu munggah (mulai mengucapkan mantram).Bakti penganyar pun dihaturkan pengedur mengalaan dilanjutkan dengan disolahkannya tarian Rejang Pendet. Setelah itu dilaksanakan persembahyangan bersama.
Acara selanjutnya adalah acara pemademan pulokerti upacara yang berarti musnahnya Adarma melawan Darma. Kemudian, dilanjutkan dengan acara penedunan budal Ida Batara Bukit Siganing. Setelah sampai di Pura Bukit Siganing dan dilaksanakan upacara penyineban barulah para pengiring kembali ke Pura Penataran Pande. Sesampainya di Pura Penataran Pande, maka dimulailah upacara Penyineban Ratu Bagus Pande, kemudian Ratu Batara Lingsir, dan acara penyineban pun dinyatakan selesai.
Kontributor: Pande Putu Santiana, Tamanbali, Bangli.
Buikkk... tumben ketemu blog blin tiange ne bagus ne,,,, lanjutang nae bli, salam ngblog...
BalasHapuswww.julianatamanbali.blogspot.com